Minggu, 27 Juli 2008

Himmler di Schutzstaffel

Himmler ialah pekerja bagian dengan kepala perincian yang suka menonjolkan keilmuannya. Ia mengganti rugi defisiensi tubuhnya sendiri melalui obsesinya dengan kemurnian ras dan keberanian atletis anak buahnya. Pada awal 1931 ia mengadakan kode perkawinan untuk anggota SS di mana ia melarang mereka menikah dengan pasangan yang tidak bisa membuktikan kemurnian darah Arya. Ia menciptakan sekolah pengantin SS dan juga mendirikan institusi keibuan Lebensborn, di mana gadis-gadis muda yang dipilih untuk sifat Nordiknya yang murni dapat bermesum dengan anggota SS. Keturunan mereka lebih baik diurus daripada di rumah keibuan yang normal.
Pencapaian politik Himmler dicapai secara licik. Setelah diangkat sebagai komandan polisi di seluruh Bavaria, ia diangkat sebagai ketua Polisi Prusia dan Gestapo pada 20 April 1934.
Titik balik dalam karir Himmler ialah pengotakannya dalam pembersihan SA, pada 29/30 Juni 1934, yang mengurangi kekuatan Sturmabteilung dan meratakan jalan untuk munculnya SS sebagai organisasi independen dan kuat. Ia didukung oleh Reinhard Heydrich yang mengepalai dinas intelijen partai, Sicherheitsdienst, lebih dikenal sebagai SD. Heydrich memiliki keinginan untuk aspek yang lebih bengis dari kebijakan rasialis Nazi yang membuat Himmler tak merasa nyaman.
Pada 1933 Himmler membangun kamp konsentrasi pertama di Dachau, dan di tahun-tahun berikutnya, dengan dorongan Adolf Hitler, menambah jangkauan orang yang harus diinternir di kamp. Pada Oktober 1939 Hitler mengangkatnya sebagai Reichskommissar für die Festigung des Deutschen Volkstums dan Himmler diberi kendali absolut atas wilayah Polandia yang baru dicaplok. Bertanggung jawab karena membawa orang-orang keturunan Jerman kembali dari luar Reich ke daerah yang baru diduduki, Himmler berangkat untuk menggantikan orang Polandia dan Yahudi dengan Volksdeutsche dari tanah Baltik, sejumlah bagian terpencil di Polandia, dll. Dalam setahun lebih dari sejuta orang Polandia dan 300.000 Yahudi telah diusir ke arah timur. Dalam menyandang tugasnya sebagai mandor besar Solusi Terakhir, Himmler membuktikan dirinya sebagai murid fanatik teori rasis Nazi dengan dedikasi yang tak diragukan pada pengejawantahannya dalam realitas kelaparan.
Dari waktu invasi Uni Soviet pada Juni 1941, pegangan kuat Himmler pada polisi dan dinas keamanan tampak nyata. ia mengendalikan Kantor Keamanan Utama Reich (RSHA), pertama melalui Heydrich dan kemudian Kaltenbrunner, polisi kriminal dalam Nebe, dinas Intelijen Politik Asing di bawah Walter Schellenberg, dan Gestapo di bawah Müller. Melalui SS ia berkuasa penuh atas kamp konsentrasi dan kamp kematian di Polandia, Belzec, Sobibor dan Treblinka. Himmler menginstruksikan Odilo Globocnik, SSPF Lublin, untuk membangun kamp pembasmian itu agar golongan Yahudi Eropa hancur.
Himmler juga menciptakan Waffen-SS, pasukan pribadi yang kuat, yang kekuatannya telah dikembangkan dari 3 menjadi 35 divisi, menjadikannya sebagai angkatan militer saingan Wehrmacht. Pada Agustus 1943 Himmler diangkat sebagai Menteri Dalam Negeri, memberinya yuridiksi atas pengadilan dan Dinas Sipil.

Bormann, Chief of the Parteikanzlei

Bormann, born in Wegeleben (near Halberstadt) in the Kingdom of Prussia in the German Empire, was the son of post office employee Theodor Bormann (1862–1903) and his second wife, Antonie Bernhardine Mennong. He had two half-siblings (Else and Walter Bormann) from his father's first marriage to Louise Grobler, who had died in 1898. Later that year, Theodor Bormann married Antonie. She gave birth to three sons, one of whom died in infancy. Martin (born 1900) and Albert (born 1902) survived to adulthood.
Bormann dropped out of school to work on a farm in Mecklenburg. After serving briefly with an artillery regiment — which never saw combat — at the end of World War I Bormann became an estate manager in Mecklenburg, which brought him into contact with the Freikorps residing on the estate. He became involved in their activities, mostly assassinations and the intimidation of trade union organisers.[1]
In March 1924, he was sentenced to a year in prison as an accomplice to his friend Rudolf Höss in the murder of Walther Kadow, who may have betrayed Albert Leo Schlageter to the French during the occupation of the Ruhr District.[2]
On September 2, 1929, Bormann married 19-year-old Gerda Buch, whose father, Major Walter Buch, served as a chairman of the Nazi Party Court. Bormann had recently met Hitler, who agreed to serve as a witness at their wedding. Over the years, Gerda Bormann gave birth to 10 children; one daughter died shortly after birth.
The children of Martin and Gerda Bormann were:
Adolf Martin Bormann (born April 14, 1930; called Krönzi; named after his godfather Hitler)
Ilse Bormann (born July 9, 1931; twin sister Ehrengard died after the birth; named after her godmother Ilse Hess)
Irmgard Bormann (born July 25, 1933)
Rudolf Gerhard Bormann (born August 31, 1934; named after his godfather Rudolf Hess)
Heinrich Hugo Bormann (born June 13, 1936; named after his godfather Heinrich Himmler)
Eva Ute Bormann (born August 4, 1938)
Gerda Bormann (born October 23, 1940)
Fred Hartmut Bormann (born March 4, 1942)
Volker Bormann (born September 18, 1943)
Gerda Bormann suffered from cancer in her later years, and died of mercury poisoning on March 23, 1946, in Merano, Italy. All of Bormann's children survived the war. Most were cared for anonymously in foster homes. His oldest son Martin was Hitler's godson. He was ordained a Roman Catholic priest in 1953, but left the priesthood in the late 1960s. He married an ex-nun in 1971 and became a teacher of theology.

Susahnya Bikin Novel (part I)

Setelah ngebaca banyak novel, akhirnya hormon novelistus gue berada di puncak. Sebenernya sih niat nulis novel dah lama mencuat, tapi berhubung komputer gue agak batuk pilek (baca: kena virus) jadinya kadar hormon novelistus gue turun drastis dan tidak mencukupi SON (Standart Otak Novelis).

Perjuangan petama, gue mulai dari genre novel. gue harus nentuin genre yang tepat. Berhubung waktu itu gue masih melankolis, gue putusin untuk ngambil genre drama. Untuk tema besarnya gue putusin untuk dilakukan voting alias….(nilai bahasa inggris gue merah, cari artinya sendiri yak). Gue punya banyak stok tema, jadi gue suruh aja temen-temen gue yang milih.

Tema pertama : 30 hari mencari tukang sunat.
Tema kedua : Sunatpuchino.
Tema ketiga : Ada apa dengan sunat.
Tema keempat : Ayo kita sunat!

Hasilnya cukup mengejutkan. Dari puluhan orang yang gue sodorin tema-tema itu, semuanya abstain. Cuma ada satu orang yang milih tema keempat, itu juga tukang sunat, katanya tema keempat itu pas sama kampanye “Hari Sunat Nasional” yang lagi dia ajuin ke PBB bagian "Sunat Internasional".