Senin, 22 Desember 2008

Feminisme Dalam Novel "OUT"

Natsuo Kirino adalah seorang penulis kisah misteri dengan bakat yang langka, yang karya-karyanya berbeda dari genre kriminal yang biasanya. Melalui novel Out ini, ia memasukan aroma feminisme dalam meramu jalan cerita dan konflik-konflik yang ia ciptakan menunjukan kekuatan seorang perempuan. Novel ini bercerita tentang kisah persahabatan empat orang ibu-ibu dalam menghadapi kerasnya dunia. Novel ini juga menggambarkan bagaimana tertindasnya seorang perempuan lewat berbagai konflik, seperti peyiksaan seorang suami terhadap istrinya, suami yang kabur dari rumah setelah mengambil seluruh tabungan dan meninggalkan banyak hutang, pemerkosaan-pemerkosaan, dan masih banyak lagi konflik yang lain. Selain itu, novel ini juga menggambarkan kekuatan seorang perempuan, seperti seorang istri harus banting tulang untuk mengurus mertuanya yang lumpuh dan menghidupi seorang anak, perjuangan seorang perempuan melawan yakuza yang kejam, dan lain-lain.
Dalam novel ini sangat jelas terasa bahwa kaum laki-laki adalah dominan, sedangkan kaum perempuan sebagai kaum subordinan. Novel ini menggambarkan beberapa tindakan laki-laki yang secara implisit menggambarkan bahwa perempuan memang pantas ditindas karena mereka lemah. Hampir semua konflik dalam novel ini merupakan pembedaan gender. Beberapa tokoh antagonis dalam novel ini secara implisit digambarkan sangat menganggap bahwa perempuan lebih lemah daripada laki-laki.
Perjuangan tokoh utama, yang dalam novel ini seorang perempuan, untuk dapat mengatasi kehidupan mereka yang terpuruk akibat ulah dari para laki-laki sangat mengesankan. Natsuo Kirino mengemas novel “pertarungan” antara laki-laki dengan perempuan secara elegan. Dia membuat keangkuhan laki-laki yang terus menindas perempuan. Kemudian, perempuan pun tidak kalah kuat, para tokoh utama, yang dalam novel ini adalah perempuan, selalu berhasil mengalahkan kekuatan dari laki-laki. Natsuo Kirino berhasil menyuarakan feminismenya lewat novel ini, karena konflik-konflik yang ada selalu saja dapat diatasi oleh perempuan. Image perempuan yang lemah seperti dihapus oleh Natsuo Kirino lewat novel ini. Kaum perempuan dalam novel ini memiliki kekuatan yang seimbang dengan kaum laki-laki. Natsuo Kirino menempatkan perempuan sejajar dengan laki-laki.
Menurut teori kritis, kehidupan sosial ini selalu ada yang lebih mendominasi, dan para tokoh teori kritis berusaha untuk menghapus tingkatan sosial ini, sehingga tidak ada lagi yang menguasai dan yang dikuasai. Kaum feminisme melihat laki-laki dan perempuan bukan secara horisontal, melainkan secara vertikal. Feminis menganggap kaum laki-laki menindas kaum perempuan secara tidak langsung. Para feminis berusaha menghapus “aturan main” yang telah dibuat laki-laki, jadi perempuan dan laki-laki mendapatkan posisi yang seimbang. Bahkan, feminis radikal menganggap bahwa kaum laki-laki adalah “musuh” dan harus diperangi.
Melalui kacamata teori kritis, novel yang beraroma feminisme ini berusaha menghilangkan dominasi laki-laki dan menaikan derajat perempuan yang selalu menjadi objek penderita. Perempuan selalu saja berada di pihak yang kurang menguntungkan, oleh karena itu si penulis berusaha menghapus semua itu lewat karakter dalam novel yang bernama Masako, Yayoi, Kuniko, dan Yoshi. Keteguhan dan keperkasaan perempuan tergambar kuat dalam keempat karakter tersebut. Bahkan, keperkasaan perempuan tergambar jelas di ending novel tersebut.

Tidak ada komentar: